Komisi I Kaji Pembukaan Kantor Perwakilan RI di Sudan Selatan

25-05-2015 / KOMISI I

Komisi I DPR RI meminta masukan dari sejumlah akademisi/pakar hubungan intenasional, khususnya yang memahami permasalahan tentang Republik Sudan Selatan. Masukan ini untuk melengkapi rekomendasi yang diminta pemerintah terkait rencana pembukaan Kantor Perwakilan RI di Sudan Selatan.

Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang dipimpin Wakil Ketua Komisi I Tantowi Yahya, sejumlah anggota komisi yang membidangi masalah luar negeri ini mengemukakan pandangannya. Ridwan Andi Wittiri dari Fraksi PDIP menilai potensi kerja sama dengan Sudan Selatan terutama dibidang energi memang menjanjikan namun ia mengkhawatirkan konflik berkepanjangan yang terjadi di negara ini. 

“Potensi energi minyak bumi Sudan Selatan memang menjanjikan tetapi karena konflik di negara itu, saya sepaham pembangunan kantor perwakilan di sana akan sangat beresiko dan mahal. Cina saja yang super power belum bisa maksimal di sana,” tekannya.

Sementara itu anggota Komisi I dari Fraksi Partai Demokrat Salim Mengga mengingatkan konflik di Sudan ini embrionya sudah ada sejak era penjajahan Inggeris. Mantan perwira tinggi TNI ini memperkirakan pertikaian belum akan selesai dalam waktu dekat.

“Konflik di sana bernuansa etnis dan agama, apalagi tidak ada suku yang mayoritas hampir sama besarnya. Jadi perkiraannya tidak akan selesai dalam waktu dekat sehingga terlalu beresiko kalau pemerintah berniat membuka kantor perwakilan sekarang,” tuturnya.

Hadir dalam RDPU tiga orang pakar yaitu Iis Gindarsa dan Phillip J Vermonte dari Lembaga Studi CSIS serta Shofwan Al Banna Choiruzzad akademisi dari Universitas Indonesia. Ketiga pembicara sepakat Pemerintah Indonesia patut membuka kantor perwakilan di Sudan Selatan karena termasuk negara yang telah memberikan dukungan terbentuknya Republik Sudan Selatan tahun 2011 lalu.

“Kantor Perwakilan di Sudan Selatan perlu kita buka, tapi yang harus kita pertanyakan adalah kapan waktu yang tepat. Kita punya aset yang perlu dilindungi yaitu Pertamina dan Medco yang sudah beroperasi tapi patut dipastikan pembukaan kantor itu tidak membuat terganggunya netralitas Indonesia dalam konflik yang melibatkan presiden dan mantan wakil presiden negara itu,” demikian Gindarsa. 

Republik Sudan Selatan terbentuk setelah melewati proses referendum yang didukung 90 persen penduduknya. Tahun 2013 lalu terjadi konflik yang melibatkan dua suku besar, mengakibatkan lebih dari 10 ribu penduduk tewas dan 1,3 juta orang mengungsi.(iky), foto : iwan armanias/parle/hr.

BERITA TERKAIT
Indonesia Masuk BRICS, Budi Djiwandono: Wujud Sejati Politik Bebas Aktif
09-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Budisatrio Djiwandono menyambut baik masuknya Indonesia sebagai anggota BRICS. Budi juga...
Habib Idrus: Indonesia dan BRICS, Peluang Strategis untuk Posisi Global yang Lebih Kuat
09-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Keanggotaan penuh Indonesia dalam aliansi BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) menjadi isu strategis yang...
Amelia Anggraini Dorong Evaluasi Penggunaan Senjata Api oleh Anggota TNI
08-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini mendorong evaluasi menyeluruh penggunaan senjata api (senpi) di lingkungan TNI....
Oleh Soleh Apresiasi Gerak Cepat Danpuspolmal Soal Penetapan Tersangka Pembunuhan Bos Rental
08-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Tiga anggotaTNI Angkatan Laut (AL) diduga terlibat dalampenembakan bos rental mobil berinisial IAR di Rest Area KM...